Sunday, September 22, 2019

Hati-hati bernazar. Santapan Harian. Rabu, 13 Mei 2015

Kenapa nazar laki-laki dan perempuan dibedakan secara ekstrem? Ada pesan yang sangat kuat bahwa seorang perempuan bergantung pada laki-laki, entah itu ayahnya atau suaminya. Pengecualian atas hal ini hanya berlaku pada janda dan perempuan yang diceraikan. Kita perlu ingat bahwa aturan ini berasal dari masa yang sangat berbeda dengan masa kita sekarang ini.

Seorang laki-laki dewasa pada masa itu bertindak sebagai pribadi independen, sehingga ia leluasa mengucapkan sebuah nazar. Masyarakat - juga Tuhan, dalam hal ini - akan menganggap serius nazar tersebut. Maka, ia wajib menepatinya. Oleh karena itu, seorang laki-laki harus berpikir baik-baik apa yang akan dia ucapkan, jangan sembarangan berujar. Satu contoh tragis dalam hal bernazar secara sembarangan, kita jumpai pada kisah Yefta (Hak. 11:29-40).

Sementara itu, perempuan tidak memiliki kebebasan maupun kedudukan sosial yang sama dengan laki-laki pada masa itu. Perempuan tidak mempunyai akses terhadap sumber penghidupan dan kepemilikan aset. Secara sosial dan legal, posisi dan status mereka pun berbeda. Dalam kondisi demikian, bisa jadi seorang perempuan tidak mempunyai kapasitas untuk memenuhi nazarnya sendiri. Konsekuensi dari nazar yang dia ucapkan mungkin sekali akan menjadi tanggung jawab dari laki-laki terdekat yang menjadi penanggungjawabnya, entah itu ayah atau suaminya. Itulah alasan di balik perbedaan aturan bernazar ini. Bagi laki-laki yang menanggung perempuan, ia jadi memiliki kewajiban ekstra untuk mencermati arti dan konsekuensi nazar itu karena Tuhan tetap memandang setiap nazar dengan serius sehingga jika nazar itu tidak dibatalkan dalam waktu yang ditentukan, nazar itu tetap berlaku secara penuh sebagaimana nazar yang diucapkan laki-laki.

Aturan ini merupakan peringatan bagi kita untuk berhati-hati dengan perkataan kita. Jangan sembarangan berucap. Pertimbangkan baik-baik ikrar atau janji yang kita ucapkan di hadapan Tuhan. Yakinkan diri bahwa Anda sanggup menepatinya.


No comments: